Dalam amanah diri di dunia sebagai seorang dokter, aku seringkali menangani pasien yang tengah berada dalam sakaratul maut. Dan perjuangan dalam ikhtiar kesembuhan pasien pun terkadang berakhir dengan istilah "midriasis maksimal".
Apakah gerangan arti kata-kata tersebut? namun kali ini saya ingin ber muhasabah dengan istilah tersebut. seorang dikatakan benar-benar meninggal, salah satunya jika pupil sudah "midriasis maksimal". pupil (lingkaran hitan terkecil di bola mata -lihat gambar, red-) dikatakan midriasis maksimal ketika berdilatasi/ membesar hingga diameter mencapai sekitar 8-9 mm dimana ukuran normalnya adalah kurang lebih sepertiganya.
Ada faktor lain pada tubuh manusia normal yang menyebabkan pupil mengalami midriasis. Beberapa faktor tersebut adalah keadaan ketakutan (fear) dan rasa sakit (pain). Entah bagaimanakah misteri kematian? diriku hanya mencoba menghubungkan kedua hal tersebut menjadi sebuah premis dugaan bahwa "apakah orang yang meninggal atau yang mengalami sakaratul maut, mereka merasakan rasa takut yang teramat sangat atau mungkin rasa sakit yang juga teramat dahsyat?" sebuah pertanyaan retorika ini muncul ketika "midriasis maksimal" pada pupil orang meninggal adalah memang menjadi salah satu penanda kematian. wallahu alam.
Ibnu Abi Ad-Dunya rahimahullah meriwayatkan dari Syaddad bin Aus
Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Kematian adalah kengerian yang paling
dahsyat di dunia dan akhirat bagi orang yang beriman. Kematian lebih
menyakitkan dari goresan gergaji, sayatan gunting, panasnya air mendidih
di bejana. Seandainya ada mayat yang dibangkitkan dan menceritakan
kepada penduduk dunia tentang sakitnya kematian, niscaya penghuni dunia
tidak akan nyaman dengan hidupnya dan tidak nyenyak dalam tidurnya"
Sabda Rasulullah SAW: “Kematian
yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di
selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa
membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)
Dan jika aku mengetahui betapa mengerikan proses kematian itu, dan ketika diri ini masih dalam bergelimangan maksiat. Maka aku pun termasuk dalam orang-orang yang merugi. Naudzubillah, semoga tidak demikian dan diriku berlindung dari Allah swt atas kekafiran. Dan sungguh kematian adalah hikmah bagi orang-orang yang masih hidup dan masih diberi kesempatan bertaubat di dunia. Kenikmatan dunia akan terhenti ketika kematian sudah datang. Lalu diriku pun kembali mencoba untuk menyadarkan diri ini sebagai seorang SSA. Bahwasanya kenikmatan yang aku inginkan, akan terputus ketika ajal telah menjemput. Dan yang terjadi selanjutnya adalah penghakiman atas perbuatan yang telah kulakukan di dunia.
Keimanan...
Keyakinan...
Hanya karena aku yakin akan adanya kematian yang menakutkan dan menyakitkan tersebut, aku pun meyakini bahwasanya ada Dzat Yang Maha Kuasa atas kehidupan seseorang, yang layak disembah, dituruti perintahNya dan dijauhi laranganNya. Dan akupun yakin akan selalu ada Malaikat-malaikatNya yang selalu mencatat amal kebaikan serta keburukan yang akan kupertanggungjawabkan ketika hari berbangkit telah tiba. Dan sungguh aku yakin bahwasanya semua itu telah ditulis dalam kitab yang diwahyukan kepada Rasulullah saw, Al Quranul karim.
Sekali lagi dan aku tekankan bahwa ini hanyalah teruntuk bagi orang-orang muslim yang beriman, yang yakin akan keberadaan Allah swt, MalaikatNya, KitabNya, RasulNya, Hari Kiamat, dan TakdirNya. Dan bagi para pemuja nafsu dunia, pelaku hedonis, dan pihak-pihak muslim liberal yang melegitimasi pernikahan sesama jenis. Sungguh kalian tak benar-benar meyakini ke enam hal tersebut. Dan tunggulah hingga Allah swt mendatangkan keputusanNya, ketika nyawa tengah berada di penghujung tenggorokkan dan pupil sudah "midriasis maksimal" maka akan tampak nyata kebenaran hakiki yang terlalaikan.
"(Demikianlah keadaan orang-orang kafir), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Rabbi kembalikan aku ke
dunia. Agar aku berbuat amal sholeh terhadap yang telah aku tinggalkan.
Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya
saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan". [Al Mukminun: 99-100]
dalam curhatku ku ingin meneriakkan bahwa tak ada legitimasi dalam islam perihal pernikahan sesama jenis, gaya hidup liberal seorang gay, yang berpasang-pasang antara sesama lelaki ataupun sesama perempuan. Bukanlah seorang muslim yang melegalkan pernikahan ataupun gaya hidup tersebut. Ikutilah jalan aturan dari Allah swt jika memang termasuk golongan yang yakin dan janganlah merusak akidahku dengan pengaruh-pengaruh liberal yang merasuk dan mengotori akidah keislamanku.
(gerhanahuda, 2013; seorang muslim SSA yang mencoba mencari kenikmatan hakiki di akhirat kelak, Insya Allah. Amin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar