di Bumi Allah diringi Hujan Syahdu, 21 Syawal 1431 H Menjelang Maghrib
Bismillahirrahmanirrahiim…
Aku dulu pernah berpikir dan bertanya dalam relung hatiku.
Apakah aku mampu menikah? Apakah aku mampu mengikuti sunnah rasul ini? dan apakah aku mampu menyempurnakan setengah agamaku ini?
Astagfirullahaladzim…sempat dalam benak ini tercetus untuk tidak
menikah, lantaran diri merasa tak mampu melayani kebutuhan batin istriku
kelak. Hanyalah perkara nafsu, diriku enggan untuk menikah. Nafsu yang
belum bisa terarahkan,
nafsu ammarah bissu’.
Nafsu ini selalu melepaskan diri dari tantangan dan tidak mau menentang,
bahkan patuh tunduk saja kepada nafsu syahwat dan panggilan syaitan.
Aku belum sadar padahal Allah swt selalu mengingatkan kepada hambaNya
QS. 12:53
:”… karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”
Keimananku pun ternodai oleh karena pemikiran sesat ini. Aku merasa telah menjadikan nafsu sebagai
illah,
yang kupatuhi dan kuturuti (lihat QS. Al Jaatsiyah:23), lantas manakah bukti perkataan
Laa ilaahaillAllahu muhammadarrasulullahu….
Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk mengontrol nafsu ini, jadikanlah
nafsu muthmainnah.
Nafsu yang tenang pada suatu hal dan jauh dari keguncangan yang
disebabkan oleh bermacam-macam tantangan dan dari bisikan syeitan.
Aku menangis pilu,
qalbuku bergetar dan aku sujud tersungkur
mengharap sebuah keajaiban terjadi pada diri ini. Lalu aku bangkit
kembali dan membuka lembaran
mushaf perihal saran nabi Luth pada diriku
“Luth berkata: “Inilah puteri-puteriku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”(QS. 15:71). Alhamdulillah, kini kuperoleh sebuah pencerahan…
Untuk menyempurnakan keimananku…
Untuk menggenapkan separuh
dien ku…
Untuk mengikuti sunnah Rasulullah saw…
Untuk memperoleh keridlaanMu…
melalui menikah, Insya Allah…
Pernikahan bukanlah dilandasi oleh nafsu semata. Pernikahan merupakan tindakan yang
mulia, karena Pernikahan adalah amalan
ibadah. Cabang-cabang keimanan bisa sempurna dilakukan melalui pernikahan diantaranya
menjaga
diri dari perbuatan maksiat (zina) dengan menikah, memenuhi hak-hak
keluarga, berbakti kepada kedua orang tua: termasuk di dalamnya tidak
mendurhakainya, mendidik anak. Subhanallahu…kini aku mulai
termotivasi untuk menikah sesuai perintahMu. Berikanlah kemampuan pada
diriku ya Allah…agar diriku tidak mendurhakai istriku kelak, agar diriku
mampu membangun keluarga berlandaskan nilai-nilai Syari’at Islam.
Saksikanlah ya Rab…Aku akan menikah bukan untuk memperturuti hawa
nafsuku semata, namun keridlaanMu lah yang kudambakan.
Semoga aku dan teman-temanku selalu sadar tentang hakikat penciptaan
diri ini. Semoga pernikahan kelak dengan niat yang ikhlas bisa
menyembuhkan diriku dan teman-temanku, karena segala sesuatu bisa
terjadi atas KehendakMu. Semoga aku dan teman-temanku senantiasa menjadi
pribadi yang
ulul albab, men
tadzaburi ayat-ayatMu, salah satunya dalam QS. Az Zumar ayat 6:
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya (tulang rusuk) isterinya…”
Wahai Dzat yang menciptakan diri ini, pertemukanlah diriku dengan bagian
tulang rusukku.
Wassalam.